Tuesday, January 12, 2010

Antara Hukuman Dan KDRT



Anak sering kali menjadi tumbal dalam kasus – kasus kekerasan dalam rumah tangga. Kondisi anak yang selalu menjadi pihak yang lemah menjadi salah satu factor. KDRT memang tak hanya menempatkan anak – anak sebagai korban, tapi di sini saya akan mengupas anak – anak.
KDRT bukanlah kasus sederhana yang di pandang sebelah mata. Tersangka utama dalam kasus yang banyak menimpa anak – anak ini adalah orang tua. Nah ini dia permasalahannya banyak orang tua yang mengatakan sebagai hukuman bagi anak. Tapi kenapa kekerasan menjadi pilihan untuk menghukum? Apakah anak tak boleh di hukum?

HUKUMAN
            Apakah hukuman itu boleh di lakukan? Ada beberapa kondisi yang membolehkan orang tua menghukum anaknya. Terkadang hukuman adalah bagian dari pengajaran terhadap anak supaya lebih berbudi. Kondisi – kondisi itu harus ada bukti secara akurat dan detail. Tidak boleh menuduh anak melakukan hal buruk yang sebenarnya tak pernah dia lakukan, malah orang tua langsung menghukum. Tentu kondisi ini salah.
            Sebelum menghukum anak, kita hendaknya harus memberikan advise pada mereka, supaya tidak mengulangi hal yang telah di lakukan. Dan ingat jangan ada kalimat mengancam keluar dari mulut.
            Kita lihat ilustrasi dibawah ini.
--- Serba Cerita ---

Kisah 1st
Seorang ibu mengetahui anaknya bolos beberapa hari yang lalu, dari gurunya. Tentu hati sang ibu menjadi kesal mendengarnya. Ditambah lagi beberapa persoalan pribadi yang dihadapinya. Setibanya di rumah, ibu itu langsung menjewer telinga anaknya tanpa bertanya apa alasan anak itu membolos.

‘Kisah di atas bukan contoh yang baik. Jika saja ibu tadi bertanya kenapa anaknya seriang bolos. Yuk kita lihat apa mengapa anak itu membolos. Kita ikuti kisah diatas.’
Setelah di jewer dan di omelin abis – abisan anak itu di hukum lagi, tidak mendapatkan uang jajan selama sebulan. Karena sang ibu beranggapan teman yang membawa pengaruh buruk bagi sang anak.

‘Apa yang di lakukan anak itu sehingga dia bolos?’

Beberapa hari yang lalu Chico (nama anak yang di hukum ibunya karena bolos) berjalan melewati komplek rumahnya menuju sekolah. Dia melihat seekor kucing tergeletak lemah di perkarangan sebuah rumah kosong. Dia berhenti melihat keadaan kucing itu. Ternyata ada luka yang cukup parah di tubuh kecil si-kucing. Chico merasa iba. Dia langsung berlari menuju sebuah warung dan membeli perban dan obat merah dari uang sakunya. Kemudian dia membawa kucing di teras rumah kosong dan merawatnya.
Setelah selesai ia memutuskan untuk pulang kerumah karena di lihatnya ada teman sekelasnya telah pulang.

‘Yup, tindakan sang ibu memang nggak benar karena menghukum tanpa mendengarkan apa yang terjadi pada anaknya.’

Ada tiga hal yang harus dilakukan orang tua sebagai pertimbangan apakah sang anak patut mendapat hukuman atau tidak. Tiga hal tersebut adalah ;
  1. Bertanya
Maksudnya : orang tua mesti bertanya pada anak apa yang sebenarnya terjadi.
  1. Mendengar
Sebaiknya orang tua harus mau mendengar alasan anak – anak. Apa yang dia mau? Dan apa yang terjadi pada sehingga muncul suatu masalah.
  1. Advise
Yup, memberi nasehat atau pun masukkan yang bisa diterima oleh pemikiran mereka (tergantung pada usia mereka).
  1. Hukuman
Jika kesalahan terus di lakukan tanpa bisa dikendalikan lagi oleh nasehat – nasehat, hukuman sepertinya bisa di lakukan pada tahapan ini. Tapi tetap tanpa kekerasan melainkan hukuman yang mengandung nilai pendidikan dan logis sehingga bisa di terima mereka. Nah, hukuman apa saja yang boleh dilakukan agar sesuai dengan umur dan kesalahan yang telah di lakukan seorang anak. Yuk, kita lihat di bawah ini. Ê
    1. Jika seorang anak sudah mulai merokok di usia SMP. Anda sebagai orang tua sudah mengingatkan dan anda juga merasa tingkat merokok anak sudah memuncak. Pemahaman secara ilmiah pun sudah anda utarakan namun mereka tetap melakukan. Sebaiknya anda membeli buku yang membahas tentang apa kerusakkan yang di timbulkan oleh rokok itu. Mengapa harus buku? Karena anak – anak akan lebih percaya pada buku (ini berdasarkan pengalaman saya sendiri, saya lebih percaya keakuratan buku dari pada perkataan orang tua ataupun guru yang menasehati saya). Beri mereka waktu yang terbatas (deadline) untuk menyelesaikan bacaan mereka. Dengan membaca akan menimbulkan keasyikan tersendiri hingga akan lupa waktu untuk merokok. Setelah itu ajak mereka membahas buku itu. So selain menyuruh anak membaca, orang tua juga harus membaca dan memahami apa isi buku tersebut. Bila tak cukup uang untuk membeli buku, bisa meminjam buku di perpustakaan umum.  Bawa pula mereka kerumah sakit/ pukesmas, suruh mereka berkomunikasi dengan dokter tentang bahaya merokok. Tak boleh ketinggalan beli perment mint untuk menghilangkan ketergantungan rokok pada anak – anak. Hukuman ini sangat efektif karena dapat meningkatkan minat membaca dan membuat anak bisa berfikir secara logis, bila mereka menghadapi permasalah lain di masa akan datang. Serta dapat menbangun komunikasi yang erat antara anak dan orang tua.
    2. Kenakalan memang bagian dari anak – anak. Anak tanpa kenakalan mesti kita curigai. Nah bagaimana jika kita menghadapi anak – anak yang sering merasa kerasnya hidup. Seperti anak – anak yang sering terlibat perkelahian dengan temannya. Hukuman apa yang pantas untuk mereka? Saya punya satu jawaban yang saya anggap pas sebagai hukuman dan dapat mengasah kreatifitas anak. Terkadang anak – anak yang sering terlibat perkelahian, susah untuk diajak bicara atau pun berdiskusi. So, tentunya penyelesaian yang saya ungkapan di atas (bagian. a)  tak bisa dilakukan pada kasus ini. Nah bagaimana solusi terbaiknya. Saya terinspirasi dari sebuah film yang menurut saya baik untuk ditonton, yang berjudul ‘Freedom of Write’. Dari ini film itu ada unsur hukuman yang bisa di gunakan untuk mengatasi sebuah kenakalan anak, yaitu menulis. Loh kok bisa? Yup, saya pernah di hukum dengan metode ini saat duduk di bangku SD. Tapi bukan tulisan ‘saya tidak akan berbuat nakal lagi’ atau ‘saya tidak akan bolos lagi’, yang saya maksud. Di sini kita memberikan buku pada mereka (anak – anak) untuk menuliskan apa saja yang terjadi pada diri mereka? Masalah apa yang mereka hadapi? Pokok hal personal tentang mereka. Ya seperti menulis buku harian. Nah, orang tua mesti tau apa isi unek – unek yang di tulis. Untuk membaca tulisan itu, sebaiknya tidak memaksa, orang tua harus membuat anaknya percaya sehingga dengan suka rela mereka mempersilahkan apa yang mereka tulis untuk di baca oleh orang tua. Nah bagaimana caranya? Saya ingat dialog dalam film ‘Freedom of Write’, nah dialog itu bisa membantu kita. Kita jangan terlihat menyuruh mereka menulis. Katakan, “Jika kamu/ kalian tidak ingin membicarakan masalah kalian pada saya. Kalian boleh mengambil buku yang ada di atas meja.” Perhatikan gerak – gerik mereka, mereka akan melihat kearah buku yang anda tunjuk. Kemudian lanjutkan kata – kata anda, “Kamu bisa menulis keluhan atau apa pun yang menganjal dalam dirimu. Lepaskan emosi kalian dalam buku itu. Kalian bisa menulis, mengambar atau apa pun dalam buku itu. Yang penting lepas semua emosi kalian.” Hela napas panjang dan tetap perhatikan ekspresi mereka. Jeda dalam berbicara membuat mereka bisa berpikir apa yang sedang kita bicarakan. Dan katakan, “Jika kalian/ kamu ingin aku membaca apa yang kamu/ kalian tulis, letakkan saja di atas lemari buku-ku (tempat pribadi milik orang tua [aku]), agar mereka percaya kita tak akan mengatakan apa yang mereka tulis pada orang lain. Setelah itu tinggalkan mereka. Terserah apa yang mau mereka lakukan. Mengambil buku yang di beri atau pun langsung pergi. Biarkan buku itu tetap ada di meja, sampai mereka mengambilnya (tanpa paksaan). Berlakulah seperti biasa, jangan terus mendesak atau pun bertanya dan membicarakan tentang buku itu. Tunggu sampai mereka menyerahkan buku itu sendiri. Setelah mereka percaya pada anda, ajaklah mereka mengunjungi tempat – tempat yang mana kita berdiskusi banyak dengan mereka, seperti museum dan berbagai seminar – seminar atau menonton bersama. Terus asah kemampuan menulis mereka. Ajak pula mereka menulis bersama. Kalau ada kesempatan publikasikan tulisan itu.

Dua solusi menghukum anak itu bisa di lakukan dalam kondisi apa pun. Yang terpenting dalam menghukum anak adalah merangkul mereka agar percaya pada orang tuanya. Setelah itu jangan pernah lunturkan kepercayaan itu. Kepercayaan memang susah untuk dibangun, namun mudah untuk di hancurkan. Hukuman adalah suatu cara membangun komunikasi, kepercayaan, dan ikatan lahir batin antara orang tua dan anak – anak.


KDRT
            KDRT atau kekerasan rumah tangga ini sering kali di kata sebagai cara untuk menghukum anak. Kebanyakan orang tua berpendapat anak – anak hanya akan jera bila di hukum (dengan kekerasan). Tapi apa yang terjadi mereka menyakiti anak mereka sendiri. Dan bukannya menjadi jera, anak – anak itu malah bertambah liar, dan bahkan membrontak.
            Ada beberapa alasan orang tua melakukan KDRT pada anak – anak, yaitu.
1.      Hukuman
Yang mengunakan kekerasan untuk menghukum anaknya.
2.      Kesal
Kekesalan memang sering timbul pada diri orang yang stress mengahapi persoalan hidup. Ada orang tua yang melakukan KDRT pada anak padahal anak bukanlah membuat mereka menjadi bermasalah.
Alasan mereka marah dan berbuat kekerasan ini kebanyakkan karena factor ekonomi (seperti; tak ada uang untuk keperluan sehari – hari, hutang, dan lain – lainnya).
3.      Mabuk
Orang mabuk memang susah di kendalikan. Saya banyak mendengar cerita ada anak yang di pukul habis – habisan oleh Bapaknya yang sedang mabuk. Mabuk adalah suatu kondisi yang tidak sadar apa yang di lakukannya. Sebaiknya kalau sudah menjadi orang tua, tinggalkanlah sifat childish seperti mengemsumsi narkoba atau pun minuman beralkohol.
4.      Dendam
Nah ini termasuk suatu fenomena aneh. Biasanya orang tua melakukan kekerasan terhadap anak – anak mereka karena dendam/ marah pada pasangan mereka yang juga merupakan orang tua anak itu juga.

            Banyak alasan lain yang menyebabkan terjadi KDRT. Yang jelas saya hanya berpesan, ‘Jika tak siap berumah tangga, jangan coba – coba. Karena ada pihak yang akan tersiksa dengan keputusan gegabah kita itu, yaitu anak – anak. sebaiknya kita belajar agar menjadi pribadi yang bijak dan cerdas sebelum memutuskan untuk membina rumah tangga.’
Dengan adanya kesadaran seperti itu dalam diri orang tua, maka tak akan pernah lagi terdengar kekerasan dalam rumah tangga yang menggancam jiwa anak – anak. So, ada atau tidak adanya UU yang mengatur tentang ini, tidak akan lagi ada kasus kekerasan. Semua bahagia. Happy to all. J

2 comments:

  1. That's good. Moga tulisan qm bisa mmberi sdikit pencerahan buat para orang tua.

    ReplyDelete
  2. Ameen :)
    thanks atas kritiknya adikku

    ReplyDelete